UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2010
TENTANG
GERAKAN
PRAMUKA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk mengembangkan
potensi diri serta memiliki akhlak mulia, pengendalian diri, dan kecakapan
hidup bagi setiap warga negara demi tercapainya kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa
pengembangan potensi diri sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam
berbagai upaya penyelenggaraan pendidikan, antara lain melalui gerakan pramuka;
c. bahwa
gerakan pramuka selaku penyelenggara pendidikan kepramukaan mempunyai peran
besar dalam pembentukan kepribadian generasi muda sehingga memiliki
pengendalian diri dan kecakapan hidup untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan
perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global;
d. bahwa
peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini belum secara komprehensif
mengatur gerakan pramuka;
e. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Gerakan Pramuka;
Mengingat : Pasal
20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 28, Pasal 28C, dan Pasal 31
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG
TENTANG GERAKAN PRAMUKA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Gerakan
Pramuka adalah organisasi yang dibentuk oleh pramuka untuk menyelenggarakan
pendidikan kepramukaan.
2. Pramuka
adalah warga negara Indonesia yang aktif dalam pendidikan kepramukaan serta
mengamalkan Satya Pramuka dan Darma Pramuka.
3. Kepramukaan
adalah segala aspek yang berkaitan dengan pramuka.
4. Pendidikan
Kepramukaan adalah proses pembentukan kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak
mulia pramuka melalui penghayatan dan pengamalan nilainilai kepramukaan.
5. Gugus
Depan adalah satuan pendidikan dan satuan organisasi terdepan penyelenggara
pendidikan kepramukaan.
6. Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Kepramukaan adalah satuan pendidikan untuk mendidik,
melatih, dan memberikan sertifikasi kompetensi bagi tenaga pendidik
kepramukaan.
7. Satuan
Komunitas Pramuka adalah satuan organisasi penyelenggara pendidikan kepramukaan
yang berbasis, antara lain profesi, aspirasi, dan agama.
8. Satuan
Karya Pramuka adalah satuan organisasi penyelenggara pendidikan kepramukaan
bagi peserta didik sebagai anggota muda untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
dan pembinaan di bidang tertentu.
9. Gugus
Darma Pramuka adalah satuan organisasi bagi anggota pramuka dewasa untuk
memajukan gerakan pramuka.
10. Kwartir
adalah satuan organisasi pengelola gerakan pramuka yang dipimpin secara
kolektif pada setiap tingkatan wilayah.
11. Majelis
Pembimbing adalah dewan yang memberikan bimbingan kepada satuan organisasi
gerakan pramuka.
12. Pemerintah
Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
13. Pemerintah
Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
14. Menteri
adalah menteri yang membidangi urusan pemuda.
BAB II
ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
Gerakan pramuka berasaskan Pancasila.
Pasal 3
Gerakan pramuka berfungsi sebagai wadah untuk mencapai tujuan
pramuka melalui:
a. pendidikan
dan pelatihan pramuka;
b. pengembangan
pramuka;
c. pengabdian
masyarakat dan orang tua; dan
d. permainan
yang berorientasi pada pendidikan.
Pasal 4
Gerakan pramuka bertujuan untuk membentuk setiap pramuka agar
memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik,
taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki
kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun Negara
Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan
hidup.
BAB III
PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN
Bagian Kesatu
Dasar, Kode Kehormatan, Kegiatan,
Nilai-Nilai, dan Sistem Among
Pasal 5
Pendidikan kepramukaan dilaksanakan berdasarkan pada nilai dan
kecakapan dalam upaya membentuk kepribadian dan kecakapan hidup pramuka.
Pasal 6
(1) Kode
kehormatan pramuka merupakan janji dan komitmen diri serta ketentuan moral
pramuka dalam pendidikan kepramukaan.
(2) Kode
kehormatan pramuka terdiri atas Satya Pramuka dan Darma Pramuka.
(3) Kode
kehormatan pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan, baik dalam
kehidupan pribadi maupun bermasyarakat secara sukarela dan ditaati demi
kehormatan diri.
(4) Satya
Pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbunyi:
“Demi kehormatanku, aku berjanji akan bersungguhsungguh menjalankan
kewajibanku terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
mengamalkan Pancasila, menolong sesame hidup, ikut serta membangun masyarakat,
serta menepati Darma Pramuka.”
(5) Darma
Pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbunyi:
Pramuka itu:
a. takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. cinta alam dan kasih sayang sesama
manusia;
c. patriot yang sopan dan kesatria;
d. patuh dan suka bermusyawarah;
e. rela menolong dan tabah;
f. rajin, terampil, dan gembira;
g. hemat, cermat, dan bersahaja;
h. disiplin, berani, dan setia;
i. bertanggung jawab dan dapat dipercaya;
dan
j. suci dalam pikiran, perkataan, dan
perbuatan.
Pasal 7
(1) Kegiatan
pendidikan kepramukaan dilaksanakan dengan berlandaskan pada kode kehormatan pramuka
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
(2) Kegiatan
pendidikan kepramukaan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan spiritual dan intelektual,
keterampilan, dan ketahanan diri yang dilaksanakan melalui metode belajar
interaktif dan progresif.
(3) Metode
belajar interaktif dan progresif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan
melalui interaksi:
a. pengamalan
kode kehormatan pramuka;
b. kegiatan
belajar sambil melakukan;
c. kegiatan
yang berkelompok, bekerja sama, dan berkompetisi;
d. kegiatan
yang menantang;
e. kegiatan
di alam terbuka;
f. kehadiran
orang dewasa yang memberikan dorongan dan dukungan;
g. penghargaan
berupa tanda kecakapan; dan
h. satuan
terpisah antara putra dan putri.
(4) Penerapan
metode belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan kemampuan
fisik dan mental pramuka.
(5) Penilaian
atas hasil pendidikan kepramukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan dengan berdasarkan pada pencapaian persyaratan kecakapan umum dan
kecakapan khusus serta pencapaian nilai-nilai kepramukaan.
(6) Pencapaian
hasil pendidikan kepramukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan dalam
sertifikat dan/atau tanda kecakapan umum dan kecakapan khusus.
Pasal 8
(1) Nilai
kepramukaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 mencakup:
a. keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
b. kecintaan pada alam dan sesama manusia;
c. kecintaan pada tanah air dan bangsa;
d. kedisiplinan, keberanian, dan kesetiaan;
e. tolong-menolong;
f. bertanggung jawab dan dapat dipercaya;
g. jernih dalam berpikir, berkata, dan
berbuat;
h. hemat, cermat, dan bersahaja; dan
i. rajin dan terampil.
(2) Nilai
kepramukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan inti kurikulum
pendidikan kepramukaan.
Pasal 9
Kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 terdiri atas:
a. kecakapan
umum; dan
b. kecakapan
khusus.
Pasal 10
(1) Kegiatan
pendidikan kepramukaan dilaksanakan dengan menggunakan sistem among.
(2) Sistem
among merupakan proses pendidikan kepramukaan yang membentuk peserta didik agar
berjiwa merdeka, disiplin, dan mandiri dalam hubungan timbal balik
antarmanusia.
(3) Sistem
among sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan
menerapkan prinsip kepemimpinan:
a. di
depan menjadi teladan;
b. di
tengah membangun kemauan; dan
c. di
belakang mendorong dan memberikan motivasi kemandirian.
Bagian Kedua
Jalur dan Jenjang
Pasal 11
Pendidikan kepramukaan dalam Sistem Pendidikan Nasional termasuk
dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai gerakan
pramuka dalam pembentukan kepribadian yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik,
taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki
kecakapan hidup.
Pasal 12
Jenjang pendidikan kepramukaan terdiri atas jenjang pendidikan:
a. siaga;
b. penggalang;
c. penegak;
dan
d. pandega.
Bagian Ketiga
Peserta Didik, Tenaga Pendidik, dan Kurikulum
Pasal 13
(1) Setiap
warga negara Indonesia yang berusia 7 sampai dengan 25 tahun berhak ikut serta
sebagai peserta didik dalam pendidikan kepramukaan.
(2) Peserta
didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pramuka
siaga;
b. pramuka
penggalang;
c. pramuka
penegak; dan
d. pramuka
pandega.
(3) Peserta
didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam pendidikan kepramukaan disebut
sebagai anggota muda.
Pasal 14
(1) Tenaga
pendidik dalam pendidikan kepramukaan terdiri atas:
a. pembina;
b. pelatih;
c. pamong;
dan
d. instruktur.
(2) Tenaga
pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan standar
tenaga pendidik.
(3) Tenaga
pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam pendidikan kepramukaan
disebut sebagai anggota dewasa.
Pasal 15
Kurikulum pendidikan kepramukaan yang mencakup aspek nilai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan kecakapan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 disusun sesuai dengan jenjang pendidikan kepramukaan dan harus
memenuhi persyaratan standar kurikulum yang ditetapkan oleh badan standardisasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Satuan Pendidikan Kepramukaan
Pasal 16
Satuan pendidikan kepramukaan terdiri atas:
a. gugus
depan; dan
b. pusat
pendidikan dan pelatihan.
Bagian Kelima
Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi
Pasal 17
(1) Evaluasi
dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan kepramukaan sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepramukaan kepada pihak yang
berkepentingan.
(2) Evaluasi
dilakukan terhadap peserta didik, tenaga pendidik, dan kurikulum, pada setiap
jenjang dan satuan pendidikan kepramukaan.
(3) Evaluasi
terhadap peserta didik dilakukan oleh pembina.
(4) Evaluasi
terhadap tenaga pendidik dilakukan oleh pusat pendidikan dan pelatihan nasional
yang dibentuk oleh kwartir nasional.
(5) Evaluasi
terhadap kurikulum pendidikan kepramukaan dilakukan oleh pusat pendidikan dan
pelatihan nasional yang dibentuk oleh kwartir nasional.
Pasal 18
(1) Akreditasi
dilakukan untuk menentukan kelayakan kegiatan dan satuan pendidikan kepramukaan
pada setiap jenjang pendidikan kepramukaan.
(2) Akreditasi
dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka dan dilakukan oleh lembaga
akreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1) Sertifikat
berbentuk tanda kecakapan dan sertifikat kompetensi.
(2) Tanda
kecakapan diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap kompetensi
peserta didik melalui penilaian terhadap perilaku dalam pengamalan nilai serta
uji kecakapan umum dan uji kecakapan khusus sesuai dengan jenjang pendidikan kepramukaan.
(3) Sertifikat
kompetensi bagi tenaga pendidik diberikan oleh pusat pendidikan dan pelatihan
kepramukaan pada tingkat nasional.
BAB IV
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
(1) Gerakan pramuka bersifat mandiri,
sukarela, dan nonpolitis.
(2) Satuan organisasi gerakan pramuka
terdiri atas:
a. gugus
depan; dan
b. kwartir.
Pasal 21
Gugus depan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a
meliputi gugus depan berbasis satuan pendidikan dan gugus depan berbasis
komunitas.
Pasal 22
(1) Gugus
depan berbasis satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 meliputi gugus
depan di lingkungan pendidikan formal.
(2) Gugus
depan berbasis komunitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 meliputi gugus
depan komunitas kewilayahan, agama, profesi, organisasi kemasyarakatan, dan
komunitas lain.
Pasal 23
Kwartir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b
terdiri atas:
a. kwartir
ranting;
b. kwartir
cabang;
c. kwartir
daerah; dan
d. kwartir
nasional.
Bagian Kedua
Pembentukan dan Kepengurusan Organisasi
Pasal 24
Gugus depan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a
dibentuk melalui musyawarah anggota pramuka.
Pasal 25
(1) Gugus
depan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dapat membentuk kwartir ranting.
(2) Kwartir
ranting sebagaimana pada ayat (1) dapat membentuk kwartir cabang.
Pasal 26
(1) Kwartir
cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dapat membentuk kwartir
daerah.
(2) Kwartir
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentuk kwartir nasional.
Pasal 27
(1) Kepengurusan
kwartir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipilih oleh pengurus organisasi
gerakan pramuka yang berada di bawahnya secara demokratis melalui musyawarah
kwartir.
(2) Kepengurusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terikat dengan jabatan publik.
Bagian Ketiga
Kwartir Ranting, Kwartir Cabang, Kwartir Daerah, dan Kwartir
Nasional
Pasal 28
(1) Kwartir
ranting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a merupakan satuan organisasi
gerakan pramuka di kecamatan.
(2) Kwartir
ranting mempunyai tugas memimpin dan mengendalikan gerakan pramuka dan kegiatan
kepramukaan di kecamatan.
(3) Kwartir
ranting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh paling sedikit 5
(lima) gugus depan melalui musyawarah ranting.
(4) Kepengurusan
kwartir ranting dibentuk melalui musyawarah ranting.
(5) Kepemimpinan
kwartir ranting bersifat kolektif.
(6) Musyawarah
ranting sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan forum untuk:
a. pertanggungjawaban
organisasi;
b. pemilihan
dan penetapan kepengurusan organisasi kwartir ranting; dan
c. penetapan
rencana kerja organisasi.
Pasal 29
(1) Kwartir
cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b merupakan organisasi gerakan
pramuka di kabupaten/kota.
(2) Kwartir
cabang mempunyai tugas memimpin dan mengendalikan gerakan pramuka dan kegiatan kepramukaan
di kabupaten/kota.
(3) Kwartir
cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk melalui musyawarah cabang.
(4) Kepengurusan
kwartir cabang dibentuk melalui musyawarah cabang.
(5) Kepemimpinan
kwartir cabang bersifat kolektif.
(6) Musyawarah
cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan forum untuk:
a. pertanggungjawaban
organisasi;
b. pemilihan
dan penetapan kepengurusan organisasi kwartir cabang; dan
c. penetapan
rencana kerja organisasi.
Pasal 30
(1) Kwartir
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c merupakan organisasi gerakan
pramuka di provinsi.
(2) Kwartir
daerah mempunyai tugas memimpin dan mengendalikan gerakan pramuka dan kegiatan kepramukaan
di provinsi.
(3) Kwartir
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk melalui musyawarah daerah.
(4) Kepengurusan
kwartir daerah dibentuk melalui musyawarah daerah.
(5) Kepemimpinan
kwartir daerah bersifat kolektif.
(6) Musyawarah
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan forum untuk:
a. pertanggungjawaban
organisasi;
b. pemilihan
dan penetapan kepengurusan organisasi kwartir daerah; dan
c. penetapan
rencana kerja organisasi.
Pasal 31
(1) Kwartir
nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d merupakan organisasi
gerakan pramuka lingkup nasional.
(2) Kwartir
nasional mempunyai tugas memimpin dan mengendalikan gerakan pramuka serta
kegiatan kepramukaan lingkup nasional.
(3) Kwartir
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk melalui musyawarah
nasional.
(4) Kepengurusan
kwartir nasional dibentuk melalui musyawarah nasional.
(5) Kepemimpinan
kwartir nasional bersifat kolektif.
(6) Musyawarah
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan forum musyawarah
tertinggi untuk:
a. pertanggungjawaban
organisasi;
b. pemilihan
dan penetapan kepengurusan organisasi kwartir nasional;
c. perubahan
dan penetapan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; dan
d. penetapan
rencana kerja strategis organisasi.
Bagian Keempat
Organisasi Pendukung
Pasal 32
(1) Satuan
organisasi gerakan pramuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, huruf
c, dan huruf d sesuai dengan tingkatannya dapat membentuk:
a. satuan
karya pramuka;
b. gugus
darma pramuka;
c. satuan
komunitas pramuka;
d. pusat
penelitian dan pengembangan;
e. pusat
informasi; dan/atau
f. badan
usaha.
(2) Ketentuan
mengenai organisasi pendukung gerakan pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Bagian Kelima
Majelis Pembimbing
Pasal 33
(1) Pada
setiap gugus depan dan kwartir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2)
dapat dibentuk majelis pembimbing.
(2) Majelis
pembimbing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan bimbingan
moral dan keorganisatorisan serta memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan
kepramukaan.
(3) Majelis
pembimbing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:
a. Pemerintah;
b. pemerintah
daerah; dan
c. tokoh
masyarakat.
(4) Majelis
pembimbing dari unsur tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
c harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap gerakan pramuka.
Pasal 34
(1) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, tanggung jawab, susunan organisasi, dan
tata kerja gugus depan, kwartir, dan majelis pembimbing ditetapkan dalam
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga gerakan pramuka.
(2) Anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga gerakan pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh musyawarah nasional.
Bagian Keenam
Atribut
Pasal 35
(1) Gerakan
pramuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) memiliki atribut berupa:
a. lambang;
b. bendera;
c. panji;
d. himne;
dan
e. pakaian
seragam.
(2) Atribut
gerakan pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan hak ciptanya.
BAB V
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 36
Pemerintah dan pemerintah daerah bertugas:
a. menjamin
kebebasan berpendapat dan berkarya dalam pendidikan kepramukaan;
b. membimbing,
mendukung, dan memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan kepramukaan secara berkelanjutan
dan berkesinambungan; dan
c. membantu
ketersediaan tenaga, dana, dan fasilitas yang diperlukan untuk pendidikan
kepramukaan.
Pasal 37
(1) Pemerintah
dan pemerintah daerah berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pendidikan kepramukaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengawasan
terhadap pelaksanaan penyelengaraan pendidikan kepramukaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri, dan gubernur, serta bupati/walikota.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 38
Setiap peserta didik berhak:
a. mengikuti
pendidikan kepramukaan;
b. menggunakan
atribut pramuka;
c. mendapatkan
sertifikat dan/atau tanda kecakapan kepramukaan; dan
d. mendapatkan
perlindungan selama mengikuti kegiatan kepramukaan.
Pasal 39
Setiap peserta didik berkewajiban:
a. melaksanakan
kode kehormatan pramuka;
b. menjunjung
tinggi harkat dan martabat pramuka; dan
c. mematuhi
semua persyaratan dan ketentuan pendidikan kepramukaan.
Pasal 40
Orang tua berhak mengawasi penyelenggaraan pendidikan kepramukaan
dan memperoleh informasi tentang perkembangan anaknya.
Pasal 41
Orang tua berkewajiban untuk:
a. membimbing,
mendukung, dan membantu anak dalam mengikuti pendidikan kepramukaan; dan
b. membimbing,
mendukung, dan membantu satuan pendidikan kepramukaan sesuai dengan kemampuan.
Pasal 42
Masyarakat berhak untuk berperan serta dan memberikan dukungan
sumber daya dalam kegiatan pendidikan kepramukaan.
BAB VII
KEUANGAN
Pasal 43
(1) Keuangan
gerakan pramuka diperoleh dari:
a. iuran
anggota sesuai dengan kemampuan;
b. sumbangan
masyarakat yang tidak mengikat; dan
c. sumber
lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain
sumber keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah
daerah dapat memberikan dukungan dana dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(3) Sumbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, selain berupa uang dapat juga
berupa barang atau jasa.
Pasal 44
Pengelolaan keuangan gerakan pramuka dilaksanakan secara
transparan, tertib, dan akuntabel serta diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 45
Satuan organisasi gerakan pramuka dilarang:
a. menerima
bantuan dari pihak asing tanpa persetujuan Pemerintah; atau
b. memberi
bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan bangsa dan negara.
Pasal 46
(1) Satuan
organisasi gerakan pramuka yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 dapat dibekukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah.
(2) Satuan
organisasi gerakan pramuka yang telah dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang tetap melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dapat
dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 47
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. organisasi
gerakan pramuka dan organisasi lain yang menyelenggarakan pendidikan
kepramukaan yang ada sebelum Undang-Undang ini diundangkan tetap diakui keberadaannya;
b. satuan
atau badan kelengkapan dari organisasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a tetap
menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawab organisasi yang bersangkutan;
c. aset
yang dimiliki oleh organisasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a tetap menjadi
aset organisasi yang bersangkutan; dan
d. anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga organisasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a
wajib disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini dalam waktu paling lama 2
(dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan gerakan pramuka
yang bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 49
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 24 November 2010
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR.
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 November 2010
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS
AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
2010 NOMOR 131
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT
NEGARA RI
Kepala
Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang
Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Ttd,
Wisnu
Setiawan
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2010
TENTANG
GERAKAN
PRAMUKA
I.
UMUM
Salah satu tujuan bernegara yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan.Pendidikan kepramukaan
merupakan salah satu pendidikan nonformal yang menjadi wadah pengembangan
potensi diri serta memiliki akhlak mulia, pengendalian diri, dan kecakapan
hidup untuk melahirkan kader penerus perjuangan bangsa dan negara. Di samping itu,
pendidikan kepramukaan yang diselenggarakan oleh organisasi gerakan pramuka
merupakan wadah pemenuhan hak warga Negara untuk berserikat dan mendapatkan pendidikan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 28, Pasal 28C, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Gerakan pramuka yang pada masa
pemerintahan Hindia Belanda tahun 1912 disebut kepanduan terus berkembang dalam
dinamika politik didasari oleh politik yang memecah belah bangsa. Namun kegiatan
kepanduan di tanah air tetap memiliki komitmen yang sama yaitu menentang
kebijakan pemerintahan kolonial Hindia Belanda dan berjuang menuju Indonesia
merdeka. Sejarah mencatat bahwa gerakan kepanduan melahirkan sikap patriotisme
kaum muda yang pada muaranya mematangkan momentum sumpah pemuda 28 Oktober 1928
dan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Setelah kemerdekaan Presiden Republik
Indonesia Soekarno mengumpulkan 60 (enam puluh) organisasi kepanduan untuk dikonsolidasikan
menjadi kekuatan pembangunan nasional. Untuk itu, Presiden mengeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka yang intinya
membentuk dan menetapkan gerakan pramuka sebagai satu-satunya perkumpulan yang
memiliki kewenangan menyelenggarakan pendidikan kepanduan di Indonesia.
Perkembangan gerakan pramuka mengalami
pasang surut dan pada kurun waktu tertentu kurang dirasakan penting oleh kaum
muda. Akibatnya, pewarisan nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah Pancasila
dalam pembentukan kepribadian kaum muda yang merupakan inti dari pendidikan
kepramukaan tidak optimal. Pada waktu yang bersamaan dalam tatanan dunia global
bangsa dan Negara membutuhkan kaum muda yang memiliki rasa cinta tanah air, kepribadian
yang kuat dan tangguh, rasa kesetiakawanan sosial, kejujuran, sikap toleransi,
kemampuan bekerja sama, rasa tanggung jawab, serta kedisiplinan untuk membela
dan membangun bangsa.
Dengan menyadari permasalahan yang digambarkan
di atas, pada peringatan ulang tahun gerakan pramuka 14 Agustus 2006 dicanangkan
revitalisasi gerakan pramuka. Momentum revitalisasi gerakan pramuka tersebut
dirasakan sangat penting dalam upaya pembangunan kepribadian bangsa yang sangat
diperlukan dalam menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.
Undang-undang tentang Gerakan Pramuka
disusun dengan maksud untuk menghidupkan dan menggerakkan kembali semangat perjuangan
yang dijiwai nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat yang beraneka
ragam dan demokratis. Undang-undang ini menjadi dasar hukum bagi semua komponen
bangsa dalam penyelenggaraan pendidikan kepramukaan yang bersifat mandiri, sukarela,
dan nonpolitis dengan semangat Bhineka Tunggal Ika untuk mempertahankan
kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang ini menegaskan Pancasila
merupakan asas gerakan pramuka dan gerakan pramuka berfungsi sebagai wadah
untuk mencapai tujuan pramuka melalui kegiatan kepramukaan yaitu pendidikan dan
pelatihan, pengembangan, pengabdian masyarakat dan orang tua, serta permainan
yang berorientasi pada pendidikan. Selanjutnya, tujuan gerakan pramuka adalah
membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak
mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai
luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga
dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta
melestarikan lingkungan hidup.
Dengan mengacu fungsi dan tujuannya,
Undang-Undang ini mengatur aspek pendidikan kepramukaan, kelembagaan, tugas dan
wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, hak dan kewajiban para pemangku
kepentingan, serta aspek keuangan gerakan pramuka.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud “belajar sambil melakukan” adalah berusaha
mengetahui sesuatu dan memperoleh ilmu pengetahuan yang dikerjakan dalam waktu
bersamaan dengan mempraktikan hasil yang diperoleh.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud “kegiatan yang menantang” adalah aktivitas yang
menggugah tekad untuk mengatasi masalah.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Sistem Among yang diterapkan dalam
pendidikan gerakan pramuka diangkat dari prinsip kepemimpinan yang berakar dari
nilai luhur budaya bangsa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Prinsip kepemimpinan “di depan menjadi
teladan” dikenal juga dengan istilah ing ngarsa sung tuladha.
Huruf b
Prinsip kepemimpinan “di tengah membangun
kemauan” dikenal juga dengan istilah ing madya mangun karsa.
Huruf c
Prinsip kepemimpinan “di belakang
mendorong dan memberikan motivasi kemandirian” dikenal juga dengan istilah tut
wuri handayani.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Huruf a
Jenjang pendidikan siaga menekankan pada terbentuknya kepribadian,
dan keterampilan di lingkungan keluarga melalui kegiatan bermain sambil
belajar.
Huruf b
Jenjang pendidikan penggalang menekankan pada terbentuknya
kepribadian dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan diri untuk terjun dalam
kegiatan masyarakat melalui kegiatan belajar sambil melakukan.
Huruf c
Jenjang pendidikan penegak menekankan pada terbentuknya
kepribadian dan keterampilan agar dapat ikut serta membangun masyarakat melalui
kegiatan belajar, melakukan, bekerja kelompok, dan berkompetisi.
Huruf d
Jenjang pendidikan pandega menekankan pada terbentuknya
kepribadian dan keterampilan agar dapat ikut serta membangun masyarakat melalui
kegiatan kepada masyarakat.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Pramuka siaga berusia 7 sampai dengan 10
tahun.
Huruf b
Pramuka penggalang berusia 11 sampai
dengan 15 tahun.
Huruf c
Pramuka penegak berusia 16 sampai dengan
20 tahun.
Huruf d
Pramuka pandega berusia 21 sampai dengan
25 tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pembina” adalah tenaga pendidik gerakan
pramuka yang bertugas melatih peserta didik di gugus depan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pelatih” adalah tenaga pendidik gerakan
pramuka yang bertugas melatih pembina.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pamong” adalah tenaga pendidik gerakan
pramuka yang bertugas mendidik peserta didik pada satuan karya pramuka (saka).
Huruf d
Yang dimaksud dengan “instruktur” adalah tenaga pendidik gerakan
pramuka yang memiliki keahlian/keterampilan khusus kesakaan yang mendidik
peserta didik dan pamong di satuan karya gerakan pramuka
Ayat (2)
Standar tenaga pendidik disusun dan
ditetapkan oleh pusat pendidikan dan pelatihan nasional gerakan pramuka.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “mandiri” adalah organisasi gerakan pramuka
merupakan lembaga yang mengelola sendiri kelembagaannya.
Yang dimaksud dengan “sukarela” adalah organisasi yang keanggotaannya
atas kemauan sendiri, tidak karena diwajibkan.
Yang dimaksud dengan “nonpolitis” adalah organisasi gerakan
pramuka bukan merupakan bagian dari salah satu organisasi sosial politik
manapun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Dalam setiap kwartir dibentuk dewan kerja sebagai badan kelengkapan
kwartir.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 5169